Kamis, 30 Desember 2010

KONSEP SOSIOLOGI RANDALL COLLINS

A. Pendahuluan

Membicarakan masalah-masalah sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat, merupakan kajian special bagi ilmu sosiologi. Ketika para ilmuan ilmu-ilmu sosial membahas teori-teori yang berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan, hampir dipastikan para tokoh yang dimunculkan banyak didominasi oleh pemikir-pemikir barat, termasuk juga tokoh-tokoh sosiologi. Padahal, jauh sebelum kelahiran para tokoh sosiologi barat, seorang tokoh muslim telah lahir lebih dulu membahas masalah-masalah social. Beliau tidak lain adalah Abdul Rahman Ibnu Khaldun, yang sebenarnya merupakan tokoh sosiologi pertama,sebelum bermunculan para tokoh sosoilog berikutnya.
Untuk bisa memahami paradigma sosiologi yang menajdi akar utama dan pertama dari perkembangan ilmu-ilmu sosial pada umumnya, termasuk di dalamnya perkembangan ilmu-ilmu agama yang sekarang ini menjadi banyak rujukan bagi kalangan civitas akademik, dan dalam hal ini saya akan membahas sebagain tokoh sosiologi barat yakni Randall Collins.
 
B. Pembahasan
1. Biografi Randall Collins
Randall Collins dilahirkan pada tahun 1945 di Berlin dari lingkungan keluarga militer. Ayahnya adalah seorang intelgen militer, yang semula bertugas di Uni Soviet, kemudian kembali ke Jerman ( dibawah pengaruh militer Amerika). Dari latar belakang kehidupan keluarganya yang militer, Collins juga banyak menimba pengalaman yang mendukung lahirnya pemikiran – pemikiran konflik sebagai suatu teori dalam memecahkan masalah-masalah sosial.karya tulisnya yang terkenal berjudul Conflict Sociology (1975) dan The Credential Society (1979) bahwa konflik sangat penting dan selalu memberikan alternatif dalam menyelesaikan masalah fenomena social, melalui pendekatan mikro yang bersifat emosi social (the micro details of social emotions).
In an essay entitled “On the Mocrofoundations of mocrosociology” Randal Collins (1981) has offered a highly reductionistic orientation toward the micro-macro  link question. In fact despite the inherently integrative title of his essay, Collins focus the focus of radical microsociology, is what he calls “interaction ritual chains” or bundles of “individual chains of intractional experience, crisscrossing each other in space as they flow a long in time.
2. pemikiran sosiologi Randall Collins
Sempitnya wawasan pengetahuan tentang hakikat makna agama, kurangnya pengertian dan kesadaran akan makna perbedaan sebagai hukum alam (Sunnatullah), dapat menimbulkan konflik antar pemeluk agama, atau penganut faham intern  umat beragama. Konflik adalah suatu pertentangan yang timbul dalam masyarakat, baik individu ataupun kelompok, karena adanya perbedaan cara pandang, adanya perbedaan kepentingan, yang pasti karena adanya perbedaan latar belakang sosial budaya; berbeda latar belakang pengetahuan, keyakinan, norma dan nilai-nilai yang dianutnya. Perbedaan sesungguhnya tidak harus selalu menimbulkan pertentangan, jika masing-masing pihak yang merasa berbeda memiliki wawasan yang luas, cara berfikir yang jernih serta niat yang lurus tanpa pretense apalagi prasangka buruk. Secara teoritik, memang konflik selalu berangkat dari adanya perbedaan yang menimbulkan ketegangan dan pertentangan, tetapi pada akhirnya akan membawa perubahan. Seperti dijelaskan oleh Horton (1996:19) bahwa perspektif konflik memusatkan perhatian pada perbedaan, ketegangan dan perubahan yang dipaksakan dan dipertahankan oleh masing-masing pihak untuk memperoleh keuntungan.
Pertentangan apapun secara etimologi tidak bisa lepas dari konsep “konflik”, seperti disebutkan dalam kamus Echols (1997:568) dengan istilah oppsition, conflicting, conflict, controversy, a conflict of desaires : pertentangan kemauan. Dalam ilmu sosial, konflik juga merupakan salah satu perspektif yang banyak digunakan untuk memandang gejala-gejala pertentangan dalam kehidupan masyarakat, selain perspektif evolusionis, interaksionis, fenomenoligis, fungsionalis, strukturalis yang juga digunakan untuk memahami aspek kehidupan masyarakat dari cara pandang yang lain.
Menurut Randall Collins. Konflik merupakan proses sentral kehidupan sosial sehingga dia tidak menganggap koflik itu baik atau buruk. Penyebab terjadinya konflik bermacam-macam: dapat disebabkan perbedaan individu, latar belakang budaya, kepentingan, ataupun perubahan-perubahan nilai yang cepat. Konflik dalam pengertian longgar, yakni perbedaan sosio-kultural, politik, dan ideologis di antara berbagai berbagai kelompok masyarakatyang pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari keberadaan manusia dalam kehidupan kolektif. Sampai kapanpun konflik akan selalu kita temui. Secara garis besar konflik terjadi karena adanya sebuah perbedaan. Dimanapun dan kapanpun perbedaan selalu ada sehingga konflik pun akan selalu ada ketika perbedaan itu ada sedangkan perbedaan itu selalu ada dan tidak akan hilang.
Konsep konflik yang pernah dikembangkan Randall Collins ialah mengenai konsep konflik integratif. Konsep integratif ibarat sepasang suami isteri yang sangat berbeda jenisnya, laki-laki dan perempuan, berbeda adat istiadat, hobi dan kebiasaan, berbeda selera, berbeda kemampuan, tetapi mereka bisa bersatu mendukung terciptanya keluarga harmonis. Mengapa kok bisa,  tentu saja karena masing-masing pihak bisa saling mengerti, saling memahami, saling menerima, meskipun mungkin latar belakang sosial budaya juga berbeda.
Berdasarkan konflok integratif dalam sosiologi yang dikembangkan Randall Collins (1975) berkaitan dengan konflik ideologi. Berdasarkan teorinya Collins dan Cosser berpendapat bahwa masyarakat beragama hidup dalam dunia subyektif yang dibangunnya sendiri (that people life in self constructed subyective worlds), dan masyarakat lain mempunyai kekuatan untuk melalukan control. Masyarakat mempunyai persepsi sendiri berdasarkan sistem budayanya, meskipun mungkin secara subyektif belum tentu sesuai dengan sistem ideologi yang dianutnya. Berbeda dari beberapa ahli sosiologi yang mempertentangkan teori konflik dengan teori fungsional-struktural, justru Coser mengungkapkan komitmennya untuk menyatukan kedua pendekatan tersebut.
Pertentangan atau konflik menurut konsep Ibnu Khaldun, lebih disebabkan oleh pemahaman atau persepsi yang keliru terhadap makna “ashobiah”, yang dianut oleh masyarakat jahiliyah sebelum lahirnya Islam. Konsep “ashobiah”  Jahiliyah merupakan perilaku yang tidak terpuji, timbul karena rasa sombong, takabur dan keinginan untuk bergabung dengan suku yang kuat dan terhormat, sehingga sering menimbulkan konflik antar suku yang ada di sekitarnya. Padahal konsep “ashobiah” sebenarnya mengandung nilai-nilai solidaritas sosial berdasarkan ajaran agama, sesuai dengan makna “ashab” yang berarti hubungan persahabatan atau “ishab”  yang berarti ikatan. Jadi “ashabiah”  berarti ikatan mental yang menghubungkan orang-orang secara kekeluargaan.
Berdasarkan pendekatan ini, Randall Collins dalam Ritzer (1996 :135-136) mengembangkan lima prinsip analisis konflik, sebagai berikut :
First, Collins believed that conflict theory must focus on real life rather than on abstract formulation.
Second, Collins believed that a conflict theory of stratification must examine the material arrangements that affect interaction.
Third, Collins argued that in a situation of inequality, those groups that control resources are likely to try to exploit those that lack resources.
Fourth, Collins wanted the conflict theorist to look at suct phenomena as beliefs and ideals from the point of vew of interests, resources and power.
Finally, Collins made a firm commitment to scientific study of stratification and every other aspect of the social world.        

C. Kesimpulan
       Konflik, pertentangan perbedaan sesungguhnya merupakan kenicayaan dalam hidup bermasyarakat. Karena perbedaan latar belakang pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai-nilai sosial budaya yang dianutnya, tentu akan berbeda pula pendapat, perilaku, dan tindakan seseorang. Sebab itu, secara sosiologis setiap kita harus siap untuk menghadapi terjadinya konflik dalam kehidupan bersama dan bermasyarakat.
Dari gejala-gejala kehidupan nyata, realitas sosial yang hidup dalam masyarakat, mestinya kita bisa belajar banyak untuk bisa memahami, mengerti dan menerima kenyataan hidup berbeda. Secara antropologis setiap orang mempunyai latar belakang budaya sendiri dalam memandang suatu masalah. Karena itu, tidak ada seorangpun yang berhak mangklaim suatu kebenaran hanya berdasarkan satu sudut pandang, sebab kebenaran hasil pemikiran manusia secara filosofis bersifat relative, tidak mutlak benar. Suatu masalah bisa muncul dan pasti akan terjadi dalam masyarakat, benar dan tidaknya tidak bisa hanya dilihat dari satu sudut pandang,  akhir-akhir ini masyarakat kita seringkali dihadapkan pada banyak masalah, dan kita tidak mampu menyelesaikannya kaena selalu menimbulkan pro dan kontra. Padahal pro dan kontra adalah hal yang biasa dalam kehidupan bermasyarakat.    

Daftar Pustaka
-          Ali Abdullah, MA. H. Dr. Prof, Sosiologi Islam, 2005, IPB Press.
-          Coser Lewis, The Function of Social Conflict, 1956, Free Press Paperb.
-          Ritzer, George, Religion in Sociological Theory, 1996, Sidny: The McGraw Hill Companies, Inc.

1 komentar: